13 Jun 2016

Hari Merdeka di 9 Ramadhan

Oleh Ridwan Hd.Sebuah mural dukungan kemerdekaan ...

05 Jun 2016

Kisah Mohammad Roem antara Ru’yat dan Hisab

Oleh Ridwan Hd.Bedug sebagai alat komunikasi ibad...

02 Jun 2016

Apakah Baju Taqwa itu?

Oleh Salim A. FIllahIlustrasi: historia.idAlkisah...

31 May 2016

Lima Sila Hasil Kompromi

Oleh Ridwa Hd.Sebuah mural ekspresi kemerdekaan y...

13 Jun 2016

Hari Merdeka di 9 Ramadhan

Oleh Ridwan Hd.Sebuah mural dukungan kemerdekaan ...

05 Jun 2016

Kisah Mohammad Roem antara Ru’yat dan Hisab

Oleh Ridwan Hd.Bedug sebagai alat komunikasi ibad...

02 Jun 2016

Apakah Baju Taqwa itu?

Oleh Salim A. FIllahIlustrasi: historia.idAlkisah...

Cat-1

    Cat-2

      Cat-3

        Cat-4

          » » Mengenal Jong Islamieten Bond – Bagian 1

          Oleh Ridwan Hd.



          Malam tahun baru 1925 bukan hari bahagia buat Sjamsuridjal. Pemuda ningrat berdarah Jawa ini baru saja mengundurkan diri dari Ketua Jong Java di Kongres ke 7 di Yogyakarta bulan Desember 1924. Ia harus terpaksa mengundurkan diri karena merasa bukan tempatnya lagi berkiprah setelah usulnya pada Kongres Jong Java tak mendapat sambutan yang baik.

          Jong Java adalah tempat bernaung pemuda-pemuda Jawa untuk mengajarkan sikap sakti, budi, dan bakti. Tiga sikap ini awalnya tujuan dari Tri Koro Darmo, organisasi yang didirikan tahun 1916. Lalu pada 1918 berubah menjadi Jong Java. Di Jong Java juga dibentuk sikap nasionalis, namun bukan nasionalis bersifat politis tetapi bersifat kebudayaan.

          Sjam yang saat itu menjadi pimpinannya mencoba mengusulkan agar Islam di ajarkan kepada para anggota yang berminat. Usul yang bagi Sjam adalah usul yang wajar karena di Jong Java juga terdapat kegiatan yang diisi oleh para pendeta untuk mengajarkan agama kristen ke anggota yang berminat. Ajaran teosofi pun juga mendapat kesempatan mengisi kegiatan di Jong Java. Hanya kegiatan pendidikan ajaran Islam yang belum.

          Usul sjam itu ternyata mendapatkan penolakan oleh sebagian anggota yang lain. Ketika dilakukan pemungutan suara sebanyak dua kali, antara pro dan kontra hasilnya sama-sama imbang. Kemudian keputusan diserahkan kepada ketua. Sebagai pengusul, kebimbangannya terjadi. Sjam bimbang untuk memutuskan apakah ia harus menjalankan usulnya atau tidak mau dituduh sebagai pemecah Jong Java. Maka ia memutuskan untuk memilih menolak usulnya dan  juga memutuskan mundur sebagai ketua. Sjam sadar, bahwa selama ini kelompok pemuda Islam sudah terlalu toleransi dengan hadirnya ajaran agama lain. Ketika mereka tidak punya toleransi terhadap kelompok muslim, keluar adalah jalan yang lebih baik.

          Di tengah perasaan yang mencekam, Sjam bersama teman-teman sekelompoknya yang baru saja keluar dari sidang kongres, ditemui oleh Agus Salim di suatu persimpangan di Yogyakarta. Agus Salim kebetulan hadir di kongres tersebut sebagai undangan bersama beberapa pendeta dan guru teosofi. Agus Salim berusaha menentramkan perasaan mereka, “Jangan sedih, mari segera bentuk persatuan pemuda Islam dan kita akan menerbitkan surat kabar Islam berjudul Het Licht (Sinar). Orang-orang itu telah mencoba mematikan sinar Illahi tetapi Tuhan tak akan membiarkannya!” begitu ucap Agus Salim ketika bercerita kepada mahasiswa Cornell University di Amerika Serikat tahun 1953.

          Kesepakatan pun terjadi. Pada malam itu juga yang sudah memasuki tanggal 1 Januari 2015, Jong Islamieten Bond (JIB) dicetuskan sebagai nama organisasi dengan cita-citanya sebagai wadah untuk mempelajari Islam bagi pemuda terdidik dan mendekatkan diri kepada rakyat yang memang banyak menganut Agama Islam. Pada bulan itu juga, mereka mengedarkan sirkuler yang berisi latar belakang masalah keberadaan JIB.

          “... Tak seorang pun yang akan mungkin bekerja dengan sepenuh hati untuk meningkatkan taraf rakyat umumnya bila tidak mempunyai respek, apalagi simpati kepada agama rakyat ini. Agama yang merupakan faktor paling penting dalam semangat serta sifat bangsa kita.” tulis Sirkuler tersebut yang dikutip Deliar Noer dari surat kabar Het Lict No. 10, Desember 1925 untuk mengisi sambutan pada buku Mohamad Roem 70 Tahun.

          Sikuler tersebut juga menjelaskan tentang banyaknya sekolah-sekolah milik pemerintah Hindia Belanda yang mengajarkan pandangan salah tentang Islam. Sekolah-sekolah cukup berhasil merubah pandangan anak didiknya sehingga mulai bersikap kebarat-baratan dan anti dengan Islam. Maka, organisasi baru ini memiliki kewajiban untuk menambah pengetahuan Islam di kalangan pemuda terpelajar dan “memperkuat simpati kepda Islam dan penganut-penganutnya.” lanjut salah satu kalimat yang dituliskan sirkuler tersebut.

          Pelajar-pelajar Islam yang masih sadar dengan keislamannya berbondong-bondong bergabung ke JIB. Tercatat nama-nama yang menjadi tokoh nasional setelahnya seperti Kasman Singodimedjo dan Mohammad Roem ikut bergabung ke organisasi ini setelah sebelumnya juga aktif di Jong Java. Lanjut ada Prawoto, Jusuf Wibisono, dan Mohammad Natsir dari Bandung.

          Bersambung ke: Mengenal Jong Islamieten Bond - Bagian 2
          «
          Next
          Posting Lebih Baru
          »
          Previous
          Posting Lama

          About the Author Admin

          This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

            Perform